Berulang-ulang Jasmine mengucap tasbih, tahmid, takbir dan tahlil saat pesawat hendak mendarat di landasan bandara internasional Tegel-Berlin. Sementara itu, dalam pangkuannya seorang bayi yang baru berusia 4 bulan tampak begitu tenang menghilangkan dahaga dengan minuman terbaik yang Allah anugerahkan untuknya.
Tak lama kemudian terdengar standing applause dari wajah-wajah sumringah para penumpang, menandakan pesawat telah landing dengan sempurna. Dan, bagi Jasmine hal itu berarti saat-saat yang paling dinantikannya hanya tinggal hitungan menit. Hamdalah menyertai langkah kakinya meninggalkan burung besi tersebut.
Haru, hanya satu kata itu saja yang dapat mewakili perasaan Jasmine saat Allah mempertemukan kembali ia dengan kekasih hatinya Fadhlan, di bandara tersebut saat pagi musim gugur Oktober 2005. Tak henti-henti ia mengucap syukur atas kasih sayang Allah hari itu pada keluarga kecilnya.
Ada sesuatu yang mengherankan ketika pertemuan itu terjadi, tangis bayinya yang sempat menarik perhatian penumpang lain saat mengantri untuk pengambilan barang di salah satu ruang bandara, terhenti begitu melihat sosok ayahnya menghampiri. Bayinya tiba-tiba tertawa dan menghentak-hentakkan kakinya tanda ia gembira. Fadhlan yang baru pertama kali melihat buah hatinya itu segera mendekapnya. Subhanalah, Jasmine hanya mampu bertasbih atas kebahagiaan sekaligus keharuan yang dialaminya saat itu.
Seperti yang dilakukan penumpang lainnya, sejoli itu pun segera keluar dari bandara menuju halte dimana banyak taxi siap mengantar orang-orang menuju tujuan. Fadhlan segera mencegat salah satunya, sang supir langsung sigap menanggapi. Namun ketika Fadhlan menunjuk ke arah Jasmine, serta merta sang supir menggelengkan kepala dan ia pun berlalu meninggalkan Fadhlan dan Jasmine dalam keheranan.
Fadhlan coba mencegat kembali, tetapi semua supir yang dihampirinya selalu menunjukkan sikap yang sama dengan supir taxi pertama, berubah sikap begitu melihat Jasmine. Berulang kali Fadhlan mencoba lagi, namun lagi-lagi hanya gelengan kepala yang didapat setiap kali para supir taxi itu melihat ke arah Jasmine. “Aneh?!” batin mereka berdua. Kecemasan mulai menjalari hati mereka dan menodai kegembiraan di hari perjumpaan itu.
Hembusan angin pagi dalam suhu 12 derajat mulai menggigilkan tubuh Jasmine. Namun dingin yang menusuk-nusuk hingga ke tulang itu tak dihiraukannya saat melihat sang buah hati tertidur pulas dalam dekapannya. Sambil menunggu upaya Fadhlan mendapatkan taxi, sebuah prasangka mulai hadir dan memainkan perasaannya.
“Kenapa mereka tiba-tiba menolak begitu melihatku ya? Apa karena mereka membenci orang Islam dan tak menyukai penampilanku dengan kerudung yang menjuntai lebar ini?” hati kecilnya bertanya-tanya.
Suara orang-orang yang pernah memberi saran sebelum keberangkatan ia menyusul suaminya serasa memenuhi gendang telinga.
“Jangan lupa kerudungnya dipendekin aja saat berangkat nanti!” seorang teman mengingatkan.
“Bawa baju-baju muslim dan kerudung yang modis kan?” ucap teman yang lain.
“Kamu mau tetap dengan penampilanmu seperti itu?” tanya ibunya penuh rasa khawatir
Dan masih banyak lagi saran senada yang intinya menganjurkan Jasmine untuk merubah penampilan dirinya yang terbiasa mengenakan kerudung lebar dalam balutan gamis atau busana longgar lainnya.
Suara-suara itu menjadikan prasangka di hati Jasmine semakin menguat. Namun, segera ia berucap istighfar. “Tak ada yang salah dengan penampilanku. Insya Allah selama ini aku telah berusaha mengikuti perintah-Nya sesuai dengan syarat-syarat berbusana yang disyariatkan”, bisik hati Jasmine menghalau prasangkanya.
“Tak mungkin Allah membiarkan hamba yang berusaha menjaga agama-Nya, ku yakin pertolongan Allah pasti akan datang!” Jasmine berucap pelan berusaha menentramkan diri dengan mengingat janji-Nya dan ia pun khusyu berdoa.
Entah sudah berapa kali Fadhlan mendapat penolakan, namun tiba-tiba seorang supir taxi memanggilnya. Segera Fadhlan menghampiri, sang supir taxi menyodorkan sehelai kartu nama. Terlihat oleh Jasmine, suaminya tersenyum dan mengucapkan terimakasih.
Rupanya para supir taxi itu tak mau mengantar sejoli itu tiap kali melihat Jasmine bukan dikarenakan penampilan Jasmine seperti prasangka yang sempat menghembus-hembus hatinya. Alasan para supir itu hanyalah karena taxi mereka tidak dilengkapi dengan kursi khusus untuk bayi. Ya, kursi khusus bayi, satu hal penting yang luput mereka siapkan sebelum hari pertemuan itu.
Untunglah dengan pertolongan Allah, seorang supir tergerak hatinya memberi kartu alamat sebuah agen taxi yang menyediakan perlengkapan tersebut. Ia pun memberitahu mereka bahwa belum tentu agen yang dimaksud dapat menyediakan taxi yang mereka perlukan dalam waktu cepat, karena taxi dengan perlengkapan keamanan bayi jumlahnya tidak banyak.
Ucapan sang supir ternyata benar adanya. Jasmine dan Fadhlan pun membuktikannya setelah menelpon agen tersebut. Jasmine dan bayinya semakin kedinginan dalam penantian, sementara taxi belum juga muncul. Meskipun demikian, mereka tetap berucap syukur karena petunjuk tersebut telah mengurai kebingungan mereka sebelumnya. Terlebih lagi buat Jasmine, petunjuk itu berhasil menguatkan sangka baiknya pada Allah sekaligus menggugurkan sangka buruk yang sempat melintas.
Hembusan angin musim gugur tak lagi dapat ditahan tubuh Jasmine dan bayinya. Fadhlan risau melihat keadaan anak dan isterinya hingga memutuskan untuk kembali ke ruang dalam bandara agar dapat menghangatkan badan.
Saat hendak menyebrang menuju tempat yang dimaksud, tiba-tiba sebuah taxi mendekat. Seraut wajah timur tengah yang mengendarai taxi tersebut mempersilahkan Jasmine dan Fadhlan untuk menaiki taxinya sambil mewanti-wanti Jasmine untuk memegang erat bayinya karena taxi tersebut tidak dilengkapi kursi khusus untuk bayi. Fadhlan dan Jasmine merasa heran namun bercampur rasa lega.
Sepanjang perjalanan, tak henti mereka panjatkan rasa syukur hingga taxi sampai ke tempat tujuan, sebuah apartemen di jalan Trift. Saat itu Jasmine merasakan Kuasa dan Kasih Sayang Allah di awal kakinya menginjak bumi Deutschland. “Kalau bukan karena pertolongan Allah, kuyakin tak akan ada supir taxi yang mau melanggar aturan mengemudi yang sangat ketat di negeri ini”, bisiknya.
Jasmine tak sanggup membayangkan apa yang akan dialami jika ia turuti hembusan prasangka yang sempat melintas dalam hatinya saat peristiwa itu terjadi. Ia teringat pada firman Allah dalam sebuah hadits Qudsi: “Qala Ta’ala ana ‘inda dhanni ‘abdi. In khairan fa khairan wa in syarran fa syarran“ yang terjemahnya berarti “Aku bergantung pada prasangka hamba-Ku. Sekiranya berprasangka baik, akan berdampak baik dan sekiranya berprasangka buruk akan menjadi buruk”.
Dalam sujud syukur, kembali hati kecilnya berbisik, “Dikarenakan penjagaan Allah sajalah, aku dapat melaksanakan seruan-Nya, “Wahai orang-orang yang beriman! Jauhilah banyak dari prasangka, sesungguhnya sebagian prasangka itu dosa…“(QS. Al-Hujuraat, 49:12)
Pengalaman yang dilaluinya hari itu membuat Jasmine berjanji pada dirinya untuk selalu mengedepankan baik sangka dan memasang alarm di hati untuk katakan TIDAK! pada buruk sangka.
Ilustrasi: news.fluege.de
2 comments for “Katakan TIDAK! pada Buruk Sangka”